Lindungi Haknya, Penuhi Kewajibannya

Di era globalisasi dimana dunia usaha saling bersaing ketat saat ini, seorang pelaku usaha tidak bisa seenaknya dalam memberikan pelayanan kepada konsumen seperti dulu. Jika dulu seorang pelaku usaha dapat mengendalikan apa yang akan diproduksi untuk dipasarkan, maka sekarang konsumenlah yang memiliki kemampuan mengendalikan jenis ataupun spesifikasi produk yang dihasilkan seorang pelaku usaha. Seorang pelaku usaha dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen agar mampu bersaing di pasaran.
Selain melakukan berbagai kegiatan untuk menghasilkan suatu produk dan meraih keuntungan, seorang pelaku usaha juga harus melindungi kepentingan konsumen karena hak seorang konsumen dilindungi secara hukum. Saat ini perlindungan konsumen di Indonesia telah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Perlindungan Konsumen dibuat dengan tujuan
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari hal negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi;
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Kapan Konsumen Dapat Mengajukan Perlindungan Hukum?
            Di Indonesia, seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan berdasarkan hukum yang tercantum dalam
·         Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33;
·         Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821;
·         Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat;
·         Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa;
·         Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;
·         Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota;
·         Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen;
            Pada dasarnya perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi serta terpenuhinya hak konsumen. Apabila pelaku usaha melanggar hak-hak konsumen atau tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya sehingga konsumen mengalami kerugian, maka konsumen dapat menuntut pelaku usaha tersebut untuk bertanggung jawab. Sebaliknya konsumen tidak dapat menuntut pelaku usaha untuk bertanggung jawab jika konsumen tersebut tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Berikut ini akan disebutkan hak-hak dan kewajiban konsumen terhadap pelaku usaha.
a.      Hak Konsumen
Pasal 4 UUPK menetapkan bahwa konsumen memiliki hak-hak sebagai berikut:
1.      Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.      Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.      Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur menenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.      Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b.      Kewajiban Konsumen
Pasal 5 UUPK menetapkan kewajiban konsumen adalah sebagai berikut:
1.      Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Sedangkan hak dan kewajiban pelaku usaha seperti yang telah diatur dalam ketentuan pasal 6 dan 7 UUPK adalah sebagai berikut:
a.      Hak Pelaku Usaha
1.      Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan;
2.      Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.      Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.      Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 
b.      Kewajiban Pelaku Usaha
1.      Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.      Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.      Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.      Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.      Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.      Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.      Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia
1.      Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Perlindungan konsumen di Indonesia baru dimulai pada tahun 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973. Ketika itu gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian, pengujian, pengaduan, dan publikasi media konsumen. Seiring berjalannya waktu, gerakan perlindungan konsumen dilakukan melalui hukum yang resmi, yaitu bagaimana memberikan bantuan hukum kepada masyarakat atau konsumen.
2.      Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat. Pembentukan BPKN didasari ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang ditindaklanjuti dengan PP No. 57 Tahun 2001 tentang Tugas, Fungsi serta Keanggotaan BPKN.

Contoh dan Analisis
Permainan maut Telkomsel pencabut Nyawa Pulsa
Metode-metode dan skema pembodohan melalui iklan atau SMS jebakan dan tipuan yang dilakukan oleh Telkomsel membuat pengguna heran karena seolah dianggap bodoh dan tidak mengerti dengan penjebakan menyesatkan itu. Di tahun 2011 (bahkan mungkin hingga saat ini) Telkomsel kerap kali mengirim SMS betema mulai dari “Mama Minta Pulsa” hingga “Hadiah Gratis Untuk Anda dengan menjawab 5 Pertanyaan berturut-turut.”  Belum lagi aneka jebakan maut penyedot pulsa jutaan pengguna melalui konten murahan yang disewa oleh beberapa provider di Telkomsel.
Akibat permainan ini dapat dipastikan bahwa Telkomsel meraup untung yang sangat besar. Bayangkan saja sekali pesan diterima  maka kita akan dikirimkan SMS berbahaya beberapa kali yang berujung pada tersedotnya pulsa sebesar Rp.2000,- per SMS haram tersebut. Apa jadinya jika yang menerima SMS itu adalah anak-anak atau orang yang kurang berwawasan? Terjebaklah mereka ke lingkaran penyedot pulsa.
Hal ini sangat menjengkelkan untuk penggunanya namun tidak untuk Telkomsel. Bayangkan saja jika beberapa orang dapat tertipu setiap harinya, jika total pengguna Telkomsel adalah 100 juta dan missal hanya ada 5% yang terjebak dalam satu bulan, maka akan ada sekitar 5 juta pengguna yang harus merelakan pulsanya direnggut Telkomsel. Jika dari 5 juta pengguna tersebut, mereka terjebak permainan sebanyak 5 kali saja (karena menjawab 5 kali pertanyaan) dengan membayar Rp.1000,- per SMS, maka ada sebanyak 5 juta pengguna yang dirampok oleh Telkomsel sebesar Rp.5000.- per orang. Jika ditotal jumlahnya mencengangkan, yaitu mencapai Rp.25 miliar.

Analisis
            Hingga saat ini memang masih banyak pelaku usaha yang kurang memperhatikan hak-hak konsumen, mereka lebih fokus untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya banyak pelaku usaha yang rela mempertaruhkan hak para konsumen hanya untuk mendapat keuntungan yang besar seperti yang dilakukan oleh Telkomsel dalam contoh ini. Sebagai salah satu provider terbesar di Indonesia, tidak sepantasnya Telkomsel memperlakukan jutaan pengguna setianya dengan cara seperti itu.
            Secara hukum apa yang telah Telkomsel lakukan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang  Perlindungan Konsumen, diantaranya sebagai berikut.
1.      Pasal 4 yang mengatur tentang hak konsumen.
·            Pasal 4a yang menyatakan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
·            Pasal 4c, konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
·            Pasal 4g, konsumen berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
2.      Pasal 7a yang berisi bahwa pelaku usaha harus beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Jika demi meraup keuntungan besar hingga megorbankan penggunanya, apakah masih dapat dikatakan itikad baik? Hmm..
3.      Pasal 8 ayat 1f yang berisi bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
4.      Pasal 9 ayat 1k yang berisi bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
5.      Pasal 13 ayat 1 yang berisi bahwa Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
6.      Pasal 15 yang berisi bahwa Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

Kesimpulan
            Perlindungan konsumen dibuat agar konsumen dapat terlindungi secara hukum atas kerugian yang dapat terjadi atau tidak tercapainya hak-hak konsumen dalam menggunakan barang atau jasa. Dengan adanya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha diharapkan untuk turut memperhatikan hak-hak konsumen dan sebaliknya, seorang konsumen harus melaksanakan kewajibannya kepada pelaku usaha.
            Dengan adanya lembaga-lembaga perlindungan konsumen, masyarakat dapat dengan mudah mengadukan segala keluh kesahnya yang seringkali terabaikan pelaku usaha. Lembaga perlindungan konsumen diharap dapat membantu dalam menyampaikan keluhan konsumen kepada pelaku usaha maupun pemerintah. Sekian, semoga bermanfaat.

Referensi:
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999

Read More >>

Merek-ku bukan Merek-mu


Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terluas di dunia dengan berbagai macam suku dan budaya di dalamnya. Maka bukan hal yang aneh jika pemerintah kesulitan menertibkan hukum di Negara ini. Pesatnya perkembangan bidang perdagangan dan industry saat ini memang menuntut pemerintah untuk meningkatkan perlindungan terhadap berbagai produk yang dipasarkan. Perlindungan ini timbul dari hak kepemilikan intelektual seperti merek, hak cipta, dan hak paten.
Pada tulisan kali ini, merek dagang akan menjadi pemeran utamanya. Merek  merupakan  nama  dan/atau   simbol  yang  bersifat   membedakan (seperti  logo, cap atau  kemasan)  dengan  maksud  mengidentifikasi barang/jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok  penjual tertentu yang membedakannya  dari   pesaing  yang  disertai   dengan  janji   dalam   bentuk features, benefits, dan service kepada konsumen.
Merek adalah pengait  ingatan  terhadap  suatu produk  yang mewakili citra  tertentu dalam  benak  konsumen. Secara umum terdapat  dua hal yang dapat dicapai melalui pemberian  merek, yaitu
1.      Pengukuran  identitas, selayaknya manusia produk  juga memerlukan  nama dan   kepribadian. Kepribadian   ini   dibangun    melalui   upaya   komunikasi pemasaran.
2.      Pemberian posisi yang tegas dalam persaingan produk di pasar.
Dengan ini maka sudah sangat jelas bahwa perlindungan terhadap merek memang menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh produsen.

Permohonan Pendaftaran Merek
Begitu pentingnya sebuah merek bagi sebuah produsen banyak memicu timbulnya perkara hingga ke meja hijau. Banyak produsen yang merasa dirugikan dengan adanya penamaan merek yang mirip atau sama dengan produk miliknya meskipun produk yang dipasarkan tidak sejenis. Tidak jarang beberapa produsen memperebutkan suatu nama merek yang dianggap dimiliki lebih dulu. Untuk menghindari hal tersebut, pendaftaraan merek dagang bagi seorang produsen merupakan salah satu hal yang wajib diperhatikan. Permohonan pendaftaran merek diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat);
Pemohon wajib melampirkan:
a.       surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya;
b.      surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa;
c.       salinan resmi akte pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris, apabila pemohon badan hukum;
d.      24 lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak di atas kertas;
e.       bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, apabila permohonan diajukan menggunakan hak prioritas;
f.       fotokopi kartu tanda penduduk pemohon;
g.      bukti pembayaran biaya permohonan.

Bedah Kasus Sengketa Merek Dagang “Lotto”
Description: https://indotrademark.com/userfiles/images/logo_lotto(1).jpg
Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang berkantor pusat di 60 B Martin Road 05-05/06 Singapore, Warehouse Singapore 0923 adalah pemakai pertama merek “Lotto” untuk barang-barang pakaian jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, rok, tas, koper, dompet, sepatu, dan lain-lain. Merek dagang Lotto ini terdaftar di Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman tanggal 29/6/1979, dengan No. 137430 dan No. 191962 tanggal 4/3/1985.
Kasus ini berawal pada tahun 1984 dimana Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman telah menerima pendaftaran merek “Lotto” yang diajukan oleh Hadi Darsono untuk jenis barang handuk dan sapu tangan dengan No. 187.824 pada tanggal 6/11/1984 yang tercantum dalam tambahan Berita Negara RI No. 8/1984 tanggal 25/5/1987.
Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. merasa dirugikan dengan hal ini, meskipun bukan untuk barang sejenis penggunaan merek yang sama dinilai mengganggu kelancaran usaha karena dapat membingungkan, menimbulkan keraguan serta menipu konsumen dan masyarakat umum.  Newk Plus Four Far East Ltd Singapore, mengajukan gugatan perdata di pengadilan terhadap Hadi Darsono sebagai Tergugat I dan Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman (Bagian Merek-merek) sebagai Tergugat II. Pihak Penggugat mengajukan tuntutan (petitum) yang isi pokoknya sebagai berikut:
1.      Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2.      Menyatakan sebagai hukum bahwa Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang LOTTO dan karena itu mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia;
3.      Menyatakan bahwa merek LOTTO milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor register 187824, adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kwalitas barang-barang;
4.      Menyatakan batal, atau setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran merek dengan register nomor 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I, dengan segala akibat hukumnya;
5.      Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati keputusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor reg. 187824 dalam daftar umum;
6.      Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara;
7.      Atau menurut kebijaksanaan Hakim.

·         Pengadilan Negeri
Pada tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd mendapat penolakan. Majelis berpendapat bahwa meskipun bermerek sama, konsumen tidak akan tertipu karena barang penggugat berbeda jenis dengan milik tergugat I. Majelis akhirnya menolak gugatan Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. karena tidak cukup alasan berdasarkan bukti-bukti serta beberapa pasal pendukung sebagai berikut.
1.      Dari bukti P1 dan P2 terbukti bahwa “Merek Lotto” milik Penggugat, terdaftar No. 137.430 dan W 191.962 untuk melindungi jenis barang-barang: pakaian jadi, kemeja, dll.
2.      Dari bukti P3 diketahui bahwa merek Tergugat I dengan kata “Lotto” telah terdaftar pada Direktorat Paten dan Hak Cipta dengan No. 187.824 untuk melindungi jenis barang handuk dan sapu tangan.
3.      Pasal 2(1) UU Merek tahun 1961 menentukan, hak atas suatu merek berlaku hanya untuk barang-barang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu.
4.      Menurut pasal 10(1) UU Merek tahun 1961 tuntutan pembatalan merek hanya dibenarkan untuk barang-barang sejenis.
5.      Tujuan UU merek tahun 1961 khususnya pasal 10(1) adalah untuk melindungi masyarakat konsumen agar konsumen tidak terperosok pada asal-usul barang sejenis yang memakai merek yang mengandung persamaan.
6.      Putusan MA-RI No. 2932 K/Sip/1982 tanggal 31/8/1983, serta No. 3156 K/Pdt/1986 tanggal 28/4/1988, berisi: menolak pembatalan pendaftaran merek dari barang yang tidak sejenis.
7.      Pasal 1 SK Menteri Kehakiman No. M-02-HC-01-01 tahun 1987 tanggal 15/6/1987 menyatakan merek terkenal adalah merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai di wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan untuk jenis barang tertentu.

·         Mahkamah Agung RI
      Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. yang tidak terima terhadap penolakan Pengadilan Jakarta Pusat akhirnya mengajukan permohonan kasasi dengan alasan pengadilan salah menerapkan hukum karena mengesampingkan fakta bahwa merek “Lotto” digunakan pertama kali di Indonesia oleh penggugat. Penggugat juga menilai bahwa Tergugat I bermaksud tidak baik dengan menggunakan merek yang sama serta melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan. Permohonan ini disertai beberapa alasan dan pasal pendukung sebagai berikut.
1.      Perlindungan hukum atas penggunaan merek pertama kali UU Merek No. 21 tahun 1961.
2.      Mahkamah Agung diminta untuk konsisten dengan keputusan perkara terdahulu, Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang berisi: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang terkenal.
      Setelah memeriksa permohonan Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. akhirnya Mahkamah Agung berpendirian bahwa judex facto telah salah menerapkan hukum sehingga putusannya harus dibatalkan dan selanjutnya MA akan mengadili sendiri perkara tersebut. Pendirian MA didasari oleh alasan yuridis yang menyatakan bahwa
-          Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
-          Merek LOTTO secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
-          Merek LOTTO, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
Berdasarkan alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis yaitu kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat.

Kesimpulan
      Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa suatu merek dagang merupakan suatu nama yang mencerminkan kepribadian sekaligus memberikan posisi yang jelas sebuah produk di pasar. Pembangunan citra suatu merek juga bukan merupakan suatu hal yang mudah, diperlukan strategi dan manajemen yang baik untuk menciptakan kesan yang baik di mata konsumen. Dengan alasan tersebut maka sangat wajar jika Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. menggugat Hadi Darsono atas penggunaan merek yang sama untuk barang miliknya.
      Meskipun bukan untuk barang yang sama penggunaan merek “Lotto” oleh Hadi dapat saja menipu konsumen yang menganggap bahwa barang yang dijual merupakan produk dari Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. yang tentu saja akan menguntungkan pihak Hadi. Sebaliknya, jika terdapat kekurangan atau hal lain yang menimbulkan ketidakpuasan konsumen terhadap produk Hadi, maka Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. juga akan dirugikan dengan rusaknya citra produk mereka di masyarakat.
      Putusan Pengadilan Jakarta Pusat atas penolakan gugatan Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. terhadap Hadi Darsono atas perkara tersebut saya rasa memang kurang tepat, terlebih lagi jika melihat bahwa pihak Hadi tidak dapat memberi bukti-bukti bahwa pihaknya beritikad baik terhadap penggunaan merek tersebut. Penggunaan merek  “Lotto” pertama kali oleh Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd. merupakan bukti utama untuk membatalkan “Lotto” milik Hadi, dari bukti tersebut serta beberapa alasan yuridis yang mendukung akhirnya Mahkamah Agung RI memutuskan bahwa merek “Lotto” milik Hadi dibatalkan karena dianggap menumpang keterkenalan satu merek yang telah beredar di masyarakat.

Referensi:

Read More >>