Seperti yang kita ketahui di
Indonesia terdapat dua badan hukum, yaitu badan hukum privat dan badan hukum
publik. Perbedaan yang menonjol dari kedua badan hukum ini adalah kekuasaan
yang dimiliki. Badan hukum publik memiliki kewenangan yang lebih dibanding
privat, karena keputusan dan peraturan yang dibuat dapat mengikat banyak orang
walaupun tidak tergabung dalam badan hukum tersebut.
Badan Usaha Milik Negara adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan (Undang-undang Nomer 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara). Sedangkan perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk
perseroan terbatas dengan modal yang terbagi dalam saham yang seluruh atau
paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia yang tujuan utamanya adalah memperoleh keuntungan.
Akhir-akhir ini Kementrian Badan
Usaha Milik Negara sedang gencar-gencarnya mendorong BUMN untuk go public dengan harapan perusahaan
dapat lebih sehat, transparan dan terkontrol dengan adanya pemegang saham baru.
Sayangnya, masih banyak kontroversi yang berkembang di tengah masyarakat
tentang nasib masa depan BUMN yang go
public. Untuk itu pada kali ini saya akan mencoba untuk membandingkan
kondisi PT Krakatau Steel sebelum dan setelah go public sebagai salah satu contoh.
PT Krakatau Steel
PT
Krakatau Steel adalah perusahaan baja terbesar
di Indonesia. BUMN yang berlokasi
di Cilegon, Banten ini berdiri pada tanggal 31
Agustus 1970. Produk yang dihasilkan adalah baja lembaran
panas, baja lembaran dingin, dan baja batang kawat. Hasil produk ini
pada umumnya merupakan bahan baku untuk industri lanjutannya.
Perkembangan
PT Krakatau Steel sebagai
perusahaan yang bergerak di bidang industri baja berlangsung cukup maju. Dalam
kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, KS
sudah menambah berbagai fasilitas produksi seperti Pabrik Besi Spons, Pabrik
Billet Baja, Pabrik Batang Kawat, serta fasilitas infrastruktur berupa pusat
pembangkit listrik, Pusat Penjernihan Air, pelabuhan khusus Cigading dan sistem
telekomunikasi. Dengan perkembangan ini,
KS menjadi satu-satunya perusahaan baja yang terpadu
di Indonesia.
Kemampuan teknis PT Krakatau Steel juga
sudah diakui menurut standar internasional sejak dahulu kala seperti,
Sertifikat ASTM A252 dan AWWA C200(1937), Sertifiat API 5L(1977) untuk produksi
pipa spiral, Sertifiat ISO 9001 (1993) dan telah ditingkatkan menjadi ISO
9001:2000 (2003). Sementara itu, SGS internasional memberikan Sertifiat ISO
14001 (1997) atas komitmen KS
pada kesadaran lingkungan dan keselamatan kerja.
IPO PT Krakatau
Steel
Keputusan
untuk melepas Saham PT Krakatau
Steel ditetapkan sejak November 2008 oleh DPR periode 2004-2009. Saham yang
dilepas adalah sebanyak 20% dengan masing-masing diperuntukan untuk investor
domestik sejumlah 65% dan investor asing maksimum 35% dari saham yang akan
dilepas dengan jaminan dari Danareksa Sekuritas, Bahana Sekuritas, dan Mandiri Sekuritas.
Investor yang dibidik adalah investor yang berkualitas yaitu, investor yang
membeli saham perdana bukan untuk
spekulasi melainkan untuk jangka panjang.
Penawaran
umum perdana (IPO) PT Krakatau
Steel pada 10 November 2010 cukup banyak menuai kontroversi. Harga saham yang
melejit sebesar 49,41 persen pada hari pertama dan kumulatif pada hari kedua
naik sebesar 78,82 persen menguatkan dugaan banyak pihak tentang adanya
indikasi masalah di balik penawaran saham perdana PT Krakatau Steel.
PT Krakatau Steel sebenarnya hidup di lingkungan
bisnis yang sulit karena selain harga iron ore dipatok pasar
internasional, KS juga memiliki banyak pesaing. Hal ini pula yang membuat sangat
sulitnya memprediksi cashflow KS 5 tahun ke depan. Terlebih lagi
produk KS sangat rentan dengan perubahan harga di pasar internasional, sehingga
akan lebih baik jika prediksi dilakukan dengan
pendekatan asset-based dan market value.
Jika diintip 5 tahun ke
belakang, return on equity (ROE) PT
Krakatau
Steel tidak lebih dari 5%. Jauh di
bawah return deposito atau obligasi pemerintah yang risk free. Book value KS
sebelum IPO sekitar Rp 6,63 triliun atau sekitar Rp 416/saham.
Setelah IPO penambahannya sekitar Rp 200/saham. Jadi harga Rp
850/saham itu sekitar 1,37 dari book value. Dengan penambahan kapital sebanyak
itu,ROE forward KS hanya kisaran 12%. KS
memang butuh berekspansi dan memerlukan dana setidaknya US$ 250 juta pada saat
itu, namun sayangnya jarang sekali bank dalam negeri yang berminat untuk
memberi pinjaman.
Pengunaan Dana Hasil
IPO
Rencana Penggunaan Dana Hasil IPO:
1. 35,8%
untuk mendanai investasi barang modal
2. 24,2%
untuk meningkatkan modal kerja perseroan dalam bentuk pembelian bahan baku
3. 25%
untuk membiayai pematangan lahan seluas kurang lebih 388 hektar yang akan
digunakan oleh perseroan sebagai pernyertaan pada proyek pabrik baja terpadu PT
Krakatau POSCO
Sejak 29 Oktober 2010 PT Krakatau Steel mampu
memperoleh dana IPO sebesar Rp2,59 triliun. Produsen baja milik pemerintah ini
telah menggunakan dana hasil IPO tersebut sebesar Rp1,38 triliun. Realisasi
penggunaan dana untuk peningkatan modal kerja senilai Rp627,5 miliar,
pematangan lahan perusahaan patungan dengan Pohang Iron and Steel Company
(Posco) Rp635,4 miliar, dan peningkatan penyertaan modal Rp125 miliar.
Kinerja Keuangan
Sebelum Go Public
1. Pendapatan
bersih per Desember 2008 naik 39,1% YoY, yang disebabkan oleh peningkatan harga
jual baja dipasar domestik.
Pendapatan bersih per Desember 2009 turun 18% YoY, yang
disebabkan oleh penurunan harga baja dan volume penjualan. Pendapatan bersih per
Juni 2010 naik 15% YoY. Kenaikan terjadi karena peningkatan volume penjualan
produk baja.
2. Laba
usaha per Desember2008 Naik 71.6%
dan per Desember 2009 turun 36.7% YoY. Laba Usaha per Juni 2010 sebesar
Rp.1.215,8 milyar dari sebelumnya rugi Rp 1.142,7 milliar pada periode Juni
2009.
3. Laba
Bersih per Desember 2009 dan 2008 Masing-masing mengalami peningkatan sebesar
7,6% dan 46,6%. Laba
Bersih Per Juni 2010 sebesar 997,8 miliar dari sebelumnya rugi Rp.1.101,1
miliar per Juni 2009.
Analisis
Rasio Sebelum dan Sesudah Go Public
Rasio
Keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka satu komponen dengan
komponen yang ada dalam Laporan Keuangan yang dapat berupa angka-angka
dalam satu periode maupun beberapa periode.
1.
Current
ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang
segera jatuh tempo pada saat ditagih, sebelum go public yaitu tahun 2008 dan
2009 PT krakatau Steel memiliki
CR sebesar 1,77 dan 1,34 (1:1 merupakan batas/aman / likuid).
2.
Rasio
aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan atau menilau
kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Setelah go
public nampaknya tidak mempengaruhi perusahaan ini dari hasil perhitungan total
assets turn over yang hanya rata-rata 1 kali dalam setahun, dari tahun
2008-2011 yaitu masa sebelum dan sesudah go public berturut-turut adalah 1,34,
1,32, 0,85, 0,83.
3.
Net
Profit Margin merupakan salah satu jenis rasio profitabilitas.
Sebelum dan sesudah go public dari tahun 2008-2011, dari hasil perhitungannya rata-rata
perusahaan manufaktur yang go
public mampu menaikkan keuntungan 2-4% dari keuntungan sebelumnya termasuk PT Krakatau Steel.
4.
Return
on Investment sebelum go public PT Krakatau Steel pada
tahun 2008-2009 adalah 2,99 dan 3,87, Setelah go public ROI Mengalami
peningkatan menjadi 6,03 dan 4,76.
5.
Return
on Equity PT
Krakatau
Steel juga mengalami peningkatan dari sebelum dan sesudah go public yaitu 8,45,
8,52, 11,26, 9,88.
6.
Debt
To Equity Ratio PT
Krakatau Steel sebelum go public masih unsolvable, dengan hasil
perhitungan 1,82 dan 1,20. Setelah go
public nilai debt to equity ratio mengalami penurunan, sehingga PT Krakatau
Steel berhasil menjadi perusahaan yang solvable dengan perhitungan 17,91dan
12,92 pada tahun 2010-2011.
Perluasan Usaha Krakatau Steel Setelah Go Public
1.
Progres pembangunan
pabrik integrated steel mill
PT
Krakatau Posco (PTKP), yang merupakan joint venture antara Krakatau Steel dengan
Posco, telah mencapai 94,6% hingga bulan Agustus 2013. Pabrik ini nantinya akan
menghasilkan produk slab baja sebanyak 1,5 juta ton dan plate 1,5 juta ton per
tahun.
2.
PT Krakatau
Steel juga akan membangun dermaga
baru milik PT Krakatau Bandar Samudera (KBS) dengan kapasitas sandar kapal
berbobot 200 ribu DWT. Dermaga itu akan melayani PT Krakatau Posco. Nantinya
KBS akan memperoleh tambahan throughput sebesar 11 juta ton per tahun dengan
ekspektasi pendapatan bertambah sebesar USD 28 juta per tahun.
3.
PT Krakatau
Steel mengoperasikan PT Krakatau Daya Listrik (KDL) pada tahun 2013. Progres
pembangunan proyek combine cycle power plant (CCPP) yang memiliki kapasitas 120
megawatt (MW) tersebut
telah mencapai 90% hingga bulan Agustus 2013. Jika proyek itu selesai, maka
akan menurunkan biaya produksi listrik hingga 20%. Selain itu juga akan
meningkatkan kehandalan serta kapasitas suplai listrik ke area industri.
4.
Pembangunan
pabrik pipa electric resistance welded (ERW) 2 dengan kapasitas 150 ribu ton
per tahun, yaitu PT KHI Pipe Industries (KHI). Progres pmbangunan pabrik KHI
hingga 31 Agustus 2013 telah mencapai 19,84%
dan ditargetkan akan siap beroperasi pada Oktober 2014.
Permasalahan
Deviden
Pada dasarnya go public bagi BUMN dapat menggerakkan investasi di Indonesia karena
BUMN memberikan kontribusi yang besar dalam pergerakan pasar modal. Selain itu,
masuknya BUMN ke pasar modal dipercaya akan mampu mendongkrak tingkat
likuiditas pasar modal sehingga akan menambah daya tarik investasi bagi para
investor.
Go
public membantu BUMN untuk memperoleh
dana lebih murah daripada meminjam dari bank, sehingga perusahaan dapat
terhindar dari kewajiban membayar bunga. Namun konsekuensinya perusahaan
wajib membayar dividen dengan mengikuti peraturan
Bapepam, serta melakukan perubahan gaya manajemen karena ada kewajiban untuk
menerapkan GCG. Hal inilah yang nampaknya sedikit sulit bagi PT Krakatau Steel,
karena sejak tahun 2012 KS tercatat tak kunjung membayar kewajiban devidennya.
Pada tahun 2012 PT Krakatau Steel
tidak membagikan dividen karena kinerja keuangan perseroan 2012 mengalami
kerugian sebesar US$20,4 juta. Sepanjang 2013 sebenearnya perusahaan ini
mengalami kenaikan penjualan namun sayangnya Krakatau Steel masih mengalami
kerugian sebesar US$13,9 juta akibat melemahnya nilai tukar rupiah dan anak
usaha perseroan yang merugi sekitar US$11,49 juta.
Kesimpulan
Pada dasarnya go public banyak memberikan manfaat bagi
BUMN, seperti meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam rangka menghadapi
persaingan di pasar global. Selain
itu, adanya banyak kesimpang siuran atas kekayaan negara yang ada pada BUMN
membuat go public menjadi salah satu
jalan baik, karena dapat memberikan kesempatan
kepada masyarakat berperan serta dalam
pemilikan saham serta
mengontrol jalannya manajemen yang ada. Dengan
masuknya BUMN ke pasar modal diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap
pengembangan pasar modal di Indonesia yang pada akhirnya akan meningktakan
efisiensi ekonomi nasional.
Go public
bukan hal yang buruk selama pelaksanaannya terus diawasi sehingga dapat
memberikan rasa aman bagi para investor dalam maupun luar negeri. Bagi BUMN itu
sendiri, dengan jalan ini perusahaan mampu memperoleh dana segar yang
diperlukan untuk kegiatan operasional maupun perluasan usaha. Namun menurut
saya sebelum BUMN melantai di pasar modal, ada baiknya pemerintah maupun
manajemen perusahaan itu sendiri melakukan persiapan yang matang agar pada
akhirnya tidak merugikan banyak pihak. Banyak BUMN yang dianggap gagal pada
pelaksanaan penawaran saham perdana karena kurang persiapan, serta waktu yang
kurang tepat sehingga terkesan memaksa. Tidak hanya mendorong, pemerintah juga
harus lebih tegas dan serius menangani hal ini agar masa depan BUMN tidak
luntang-lantung nantinya. Sekian untuk kali ini, semoga bermanfaat.
Referensi: