Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang merupakan ajaran kesusilaan dan
menciptakan akal. Sedangkan bisnis menurut Huat T Chwee (1990) adalah
istilah bersifat umum yang menunjukkan semua institusi dan kegiatan yang
memproduksi jasa dan barang didalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Maka dapat disimpulkan bahwa etika bisnis merupakan
suatu tata cara yang dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan
berbisnis. Dimana dalam tata cara tersebut mencakup segala macam aspek, baik
dari individu, institusi, kebijakan, serta perilaku berbisnis.
Pada dasarnya etika bisnis dibuat
untuk menciptakan suasana bisnis yang adil dan sesuai hukum. Pada tingkatannya,
etika bisnis berada di atas ketentuan hukum yang berlaku. Bagi perusahaan,
etika bisnis dapat mengurangi dana pencegahan akibat perpecahan yang mungkin
terjadi. Menurut Ir. Istanto Oerip (2013) berbisnis dengan etika adalah
menerapkan aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis
menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan
aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku
tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang
tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha
maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi perilaku etika, yaitu:
1.
Perbedaan Budaya.
Perilaku
bisnis orang Indonesia tentu saja berbeda dengan orang Rusia, Amerika Serikat,
Afrika Selatan, ataupun orang India. Hal yang sama, orang Sunda berbeda
perilaku bisnisnya dengan orang Batak, Madura, atau Jawa. Semua ini disebabkan oleh
adanya perbedaan budaya.
2.
Pengetahuan.
Semakin
banyak hal yang diketahui dan semakin baik seseorang memahami suatu situasi,
semakin baik pula kesempatannya dalam membuat keputusan-keputusan yang etis.
Pemimpin bisnis harus memiliki pemecahan masalah dan secara aktif mencari
informasi terkait isu-isu potensial masalah etika, dan bertindak secara efektif
dan tepat waktu.
Ketidaktahuan
bukanlah alasan yang dapat diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah
etika.
3.
Perilaku
Organisasi
Dasar
etika bisnis adalah bersifat kesadaran etis dan meliputi standar-standar
perilaku. Banyak organisasi menyadari betul perlunya menetapkan
peraturan-peraturan perusahaan terkait perilaku dan menyediakan tenaga pelatih
untuk memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang permasalahan etika.
Perusahaan dengan praktek-praktek etika yang kuat menetapkan suatu contoh yang
baik untuk karyawan. Untuk menghindari pelanggaran etika, banyak perusahaan
secara proaktif mengembangkan program-program yang merupakan kombinasi dari pelatihan,
komunikasi, dan variasi beberapa sumber, yang dirancang untuk memperbaiki
perilaku etika karyawan.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan
kerja adalah lingkungan yang terkait dengan adanya karyawan, organisasi, dan
agen ekonomi lainnya.
1. Etika terhadap karyawan
Etika terhadap karyawan meliputi perilaku dalam proses
perekrutan, pemecatan, upah, kondisi kerja, privasi, dan respek. Proses
perekrutan dan pemecatan terhadap seorang karyawan secara etis dan hukum harus
didasarkan atas kinerjanya. Manajer Bank yang hanya mau menerima karyawan dari
etnis tertentu menunjukkan perilaku tidak etis dan melawan hukum. Demikian juga
pemberian upah yang berbeda terhadap dua karyawan dengan kinerja yang sama
merupakan perilaku tidak etis dan ilegal.
2. Etika terhadap organisasi
Baik karyawan apalagi manajer dalam suatu perusahaan harus
menjaga etika organisasi dengan berperilaku jujur, tidak menyalahgunakan aset
perusahaan untuk kepentingan pribadi, tidak menjerumuskan perusahaan pada
usaha-usaha yang beresiko, menghindari konflik kepentingan, dan menjaga rahasia
perusahaan. Kasus-kasus tidak etis dan melawan hukum antara lain meliputi
perilaku melakukan markup keuangan, menggelapkan uang nasabah, pemakaian
telepon untuk interlokal pribadi, atau manipulasi jam kerja.
3. Etika terhadap agen-agen ekonomi
Agen ekonomi, meliputi
pemegang saham, pemasok, penyalur, pelanggan, pesaing, dan serikat
buruh. Perilaku tidak etis dan melanggar hukum yang perlu dihindari adalah
terkait kasus suap, aktivitas pemesanan dan pembelian, tawar-menawar,
keterbukaan dan kejujuran, laporan keuangan, perundingan, dan periklanan.
Kesaling - tergantungan antara bisnis dan masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat,
tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan
bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika
tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis
maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak
langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang
bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi
meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia
yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu
menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang
melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan
dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait
begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak
yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha
belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Etika
bisnis mencakup hubungan antara perusahaan dengan pihak yang menginvestasi
uangnya dalam perusahaan, dengan konsumen, pegawai, kreditur dan pesaing.
- Orang yang menanam uang atau investor menginginkan
manajemen dapat mengelola perusahaan secara berhasil, sehingga dapat
menghasilkan keuntungan bagi mereka.
- Konsumen menginginkan agar perusahaan menghasilkan
produk bermutu yang dapat dipercaya dan dengan harga yang layak
- Para karyawan menginginkan agar perusahaan mampu membayar
balas jasa yang layak bagi kehidupan mereka, memberi kesempatan naik
pangkat atau promosi jabatan.
- Pihak kreditur mengharapkan agar semua hutang
perusahaan dapat dibayar tepat pada waktunya dan membuat laporan keuangan
yang dapat dipercaya dan dibuat secara teratur.
- Pihak pesaing mengharapkan agar dalam persaingan
dilakukan secara baik, tidak merugikan dan menghancurkan pihak lain.
Pelaku bisnis dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan
jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai
contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada
tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi
perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial
suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu
berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia
pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia dan masyarakat luas, maka
pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Tujuan sebuah bisnis tidak hanya berpusat
pada profit namun turut memperhatikan pertumbuhan, prestasi serta citra baik di
masyarakat demi kelangsungan usahanya. Untuk itu perusahaan harus memperhatikan
segala aspek dari sisi intern maupun ekstern. Perusahaan yang baik harus mampu
melayani kepentingan berbagai pihak. Oleh karena itu selain memiliki manajemen
yang baik, perusahaan juga dituntut untuk memiliki etika bisnis yang baik.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
adalah:
1.
Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan
pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan
menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan
kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2.
Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility).
Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya.
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti
perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak
kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4.
Menciptakan persaingan yang sehat.
Persaingan dalam dunia bisnis perlu
untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak
mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara
pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
Dunia bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis
dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang
semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang
walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6.
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Jika pelaku bisnis sudah mampu
menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang
dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam
dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.
Mampu menyatakan yang benar itu benar.
Artinya, kalau pelaku bisnis itu
memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan
tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta
melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang
“kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat
dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama
dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah
waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan
berkiprah dalam dunia bisnis.
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah
ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen
dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis
telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak
yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap
apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh
semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam
berbisnis.
11.
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan
dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Perkembangan dalam etika bisnis
1. Situasi
Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa
Peralihan: tahun 1960-an
ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di
Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta
sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak
terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh
dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and
Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Etika bisnis dan Akuntan
Profesi
akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non
atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai 3 kewajiban yaitu, kompetensi, objektif, dan mengutamakan
integritas. Yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang
pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang
pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri,
keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai
pendidik.
Dalam
arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh
akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit,
akuntansi, pajak dan konsultan manajemen. Peran akuntan dalam perusahaan tidak
bisa terlepas dari penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam
perusahaan meliputi prinsip kewajaran (fairness), akuntabilitas
(accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas
(responsibility). Peran akuntan meliputi akuntan publik, akuntan internal,
akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik.
Nilai-nilai
etika yang diterapkan meliputi integritas, kerjasama, inovasi, dan simplisitas.
Teknik akuntans adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari
prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan
kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat seperti jasa
assurance, jasa atestasi, dan jasa non assurance.
Prinsip
Etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya
kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus dipenuhi,
yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa, dan kepercayaan. Sedangkan
prinsip-prinsip etika adalah tanggung jawab profesi, kepentingan publik,
integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian professional,
kerahasiaan, perilaku professional, dan standar teknis.
Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Persaingan
Iklan Kartu XL dan Kartu As
Persaingan iklan
antara provider XL dan Telkomsel beberapa waktu yang lalu sempat memanas.
Berkali-kali iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling
menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Keadaan ini semakin
memanas karena kedua provider secara langsung tak tanggung-tanggung menyindir
satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah
Sule.
Awalnya Sule
adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik
Baim dan Putri Titian. Di iklan tersebut Baim diminta Sule untuk mengatakan, “om sule ganteng”, tapi dengan
kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) Baim
berkata, “om sule jelek..”.
Setelah itu, Sule kemudian membujuk baim untuk berkata lagi, “om sule ganteng”
dengan iming-iming es krim. Tapi tetap saja baim mengatakan, “om sule jelek”.
XL membuat sebuah slogan, “sejujur
baim, sejujur XL”. Iklan ini dibalas oleh Telkomsel dengan meluncurkan
iklan kartu AS. Pada awalnya, bintang iklan tersebut bukan sule, tapi di iklan
tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih
berbunyi seperti ini, “makanya, jangan
mau diboongin anak kecil..!!!” tidak cukup di situ, kartu AS
meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada
pers bahwa dia sudah taubat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya
murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak
kecil sambil tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar operator
sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong
cukup parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor
selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan
iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan”
iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.
Penyelesaian
masalah yang dilakukan antara provider kartu XL dan karti AS dan Tindakan
pemerintah
Dalam kasus ini, kedua provider
menyadari mereka telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam
Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip
etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar
produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan
merendahkan produk kompetitornya untuk menjadi provider yang terbaik di
Indonesia. Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa
dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi
juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini
secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak
sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis,
bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga
menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan
tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.
Namun pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya)
harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta
taat dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan
tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah
peraturan sebagai berikut:
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
UU No. 7 tahun 1996
PP No. 69 tahun 1999
Kepmenkes No. (rancangan) tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
PP No. 81 tahun 1999 Tentang Pengamanan
Rokok Bagi Kesehatan
PP No.38 tahun 2000 Tentang Pengamanan
Rokok Bagi Kesehatan.
Kepmenkes No. 368/MEN.KES/SK/IV/1994
Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.
Selain
taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga
diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia
(EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran
wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan
KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Lembaga
penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku
Penyiaran).
Materi
siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi
persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran). Isi
siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor
dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku
penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1)
UU Penyiaran).
Siaran
iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat
tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh
khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
(Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran)
Siaran
iklan niaga dilarang melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran): promosi yang
dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok,
yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi
lain, pribadi lain, atau kelompok lain promosi minuman keras atau sejenisnya
dan bahan atau zat adiktif; promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama;
dan/atau eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Kesimpulan
Etika
bisnis merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap pelaku
bisnis untuk menciptakan kondisi persaingan yang sehat. Kasus perang iklan XL
dengan Telkomsel ini sangat disayangkan karena sesungguhnya masing-masing pihak
sudah menyadari bahwa hal yang diperbuat adalah salah. Kedua provider melanggar
prinsip-prinsip serta aturan-aturan kode etik dan moral karena melakukan usaha
menguasai pasar dengan cara yang tidak wajar dan menyalahgunakan kebebasan
mengembangkan diri. Kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk terus
mengawasi persaingan usaha serta mengevaluasi perundang-undangan yang
bersangkutan dari waktu ke waktu. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa perilaku
tidak etis didasari oleh penyalahgunaan peluang-peluang yang terdapat pada
peraturan perundang-undangan.
Referensi: