Di era globalisasi dimana dunia usaha saling bersaing ketat
saat ini, seorang pelaku usaha tidak bisa seenaknya dalam memberikan pelayanan
kepada konsumen seperti dulu. Jika dulu seorang pelaku usaha dapat
mengendalikan apa yang akan diproduksi untuk dipasarkan, maka sekarang
konsumenlah yang memiliki kemampuan mengendalikan jenis ataupun spesifikasi
produk yang dihasilkan seorang pelaku usaha. Seorang pelaku usaha dituntut
untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen agar mampu
bersaing di pasaran.
Selain
melakukan berbagai kegiatan untuk menghasilkan suatu produk dan meraih
keuntungan, seorang pelaku usaha juga harus melindungi kepentingan konsumen
karena hak seorang konsumen dilindungi secara hukum. Saat ini perlindungan konsumen
di Indonesia telah diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Perlindungan Konsumen dibuat
dengan tujuan
1. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari hal negatif
pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
4. Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan
informasi serta akses untuk memperoleh informasi;
5. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam
penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Kapan Konsumen Dapat
Mengajukan Perlindungan Hukum?
Di
Indonesia, seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan berdasarkan hukum
yang tercantum dalam
·
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat
(1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33;
·
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42
Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821;
·
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat;
·
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa;
·
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001
tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;
·
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam
Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang
ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota;
·
Surat Edaran Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan
Pengaduan Konsumen;
Pada dasarnya perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi
serta terpenuhinya hak konsumen. Apabila pelaku usaha melanggar hak-hak
konsumen atau tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya sehingga
konsumen mengalami kerugian, maka konsumen dapat menuntut pelaku usaha tersebut
untuk bertanggung jawab. Sebaliknya konsumen tidak dapat menuntut pelaku usaha
untuk bertanggung jawab jika konsumen tersebut tidak melaksanakan apa yang
menjadi kewajibannya. Berikut ini akan disebutkan hak-hak dan kewajiban
konsumen terhadap pelaku usaha.
a.
Hak
Konsumen
Pasal 4 UUPK menetapkan bahwa konsumen memiliki
hak-hak sebagai berikut:
1. Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
2. Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur menenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
4. Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak
untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b.
Kewajiban
Konsumen
Pasal 5 UUPK menetapkan kewajiban
konsumen adalah sebagai berikut:
1. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Sedangkan hak dan kewajiban pelaku usaha
seperti yang telah diatur dalam ketentuan pasal 6 dan 7 UUPK adalah sebagai
berikut:
a.
Hak
Pelaku Usaha
1. Hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan;
2. Hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
3. Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
4. Hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b.
Kewajiban
Pelaku Usaha
1. Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. Menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberikan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. Memberikan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Lembaga Perlindungan
Konsumen di Indonesia
1. Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Perlindungan konsumen di Indonesia
baru dimulai pada tahun 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973. Ketika itu gagasan
perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui
berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian, pengujian,
pengaduan, dan publikasi media konsumen. Seiring berjalannya waktu, gerakan
perlindungan konsumen dilakukan melalui hukum yang resmi, yaitu bagaimana
memberikan bantuan hukum kepada masyarakat atau konsumen.
2. Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan
perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat. Pembentukan
BPKN didasari ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) yang ditindaklanjuti dengan PP No. 57 Tahun 2001 tentang Tugas,
Fungsi serta Keanggotaan BPKN.
Contoh dan Analisis
Permainan maut Telkomsel pencabut Nyawa Pulsa
Metode-metode dan skema pembodohan
melalui iklan atau SMS jebakan dan tipuan yang dilakukan oleh Telkomsel membuat
pengguna heran karena seolah dianggap bodoh dan tidak mengerti dengan
penjebakan menyesatkan itu. Di tahun 2011 (bahkan mungkin hingga saat ini)
Telkomsel kerap kali mengirim SMS betema mulai dari “Mama Minta Pulsa” hingga
“Hadiah Gratis Untuk Anda dengan menjawab 5 Pertanyaan berturut-turut.”
Belum lagi aneka jebakan maut penyedot pulsa
jutaan pengguna melalui konten murahan yang disewa oleh beberapa provider di
Telkomsel.
Akibat permainan ini dapat
dipastikan bahwa Telkomsel meraup untung yang sangat besar. Bayangkan saja
sekali pesan diterima maka kita akan dikirimkan SMS berbahaya beberapa
kali yang berujung pada tersedotnya pulsa sebesar Rp.2000,- per SMS haram
tersebut. Apa jadinya jika yang menerima SMS itu adalah anak-anak atau orang
yang kurang berwawasan? Terjebaklah mereka ke lingkaran penyedot pulsa.
Hal ini sangat menjengkelkan untuk
penggunanya namun tidak untuk Telkomsel. Bayangkan saja jika beberapa orang
dapat tertipu setiap harinya, jika total pengguna Telkomsel adalah 100 juta dan
missal hanya ada 5% yang terjebak dalam satu bulan, maka akan ada sekitar 5
juta pengguna yang harus merelakan pulsanya direnggut Telkomsel. Jika dari 5
juta pengguna tersebut, mereka terjebak permainan sebanyak 5 kali saja (karena
menjawab 5 kali pertanyaan) dengan membayar Rp.1000,- per SMS, maka ada
sebanyak 5 juta pengguna yang dirampok oleh Telkomsel sebesar Rp.5000.- per
orang. Jika ditotal jumlahnya mencengangkan, yaitu mencapai Rp.25 miliar.
Analisis
Hingga saat ini memang masih banyak
pelaku usaha yang kurang memperhatikan hak-hak konsumen, mereka lebih fokus
untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya banyak pelaku usaha yang rela mempertaruhkan
hak para konsumen hanya untuk mendapat keuntungan yang besar seperti yang
dilakukan oleh Telkomsel dalam contoh ini. Sebagai salah satu provider terbesar
di Indonesia, tidak sepantasnya Telkomsel memperlakukan jutaan pengguna
setianya dengan cara seperti itu.
Secara hukum apa yang telah
Telkomsel lakukan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Republik
Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, diantaranya sebagai berikut.
1. Pasal
4 yang mengatur tentang hak konsumen.
·
Pasal 4a yang menyatakan bahwa konsumen
berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
·
Pasal 4c, konsumen berhak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
·
Pasal 4g, konsumen berhak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
2. Pasal
7a yang berisi bahwa pelaku usaha harus beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya. Jika demi meraup keuntungan besar hingga megorbankan penggunanya,
apakah masih dapat dikatakan itikad baik? Hmm..
3. Pasal
8 ayat 1f yang berisi bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang
dan/atau jasa tersebut.
4. Pasal
9 ayat 1k yang berisi bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan,
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah
menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
5.
Pasal 13 ayat 1 yang berisi bahwa Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa
lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
6. Pasal
15 yang berisi bahwa Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan
gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Kesimpulan
Perlindungan konsumen dibuat agar
konsumen dapat terlindungi secara hukum atas kerugian yang dapat terjadi atau
tidak tercapainya hak-hak konsumen dalam menggunakan barang atau jasa. Dengan
adanya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha diharapkan
untuk turut memperhatikan hak-hak konsumen dan sebaliknya, seorang konsumen
harus melaksanakan kewajibannya kepada pelaku usaha.
Dengan adanya lembaga-lembaga
perlindungan konsumen, masyarakat dapat dengan mudah mengadukan segala keluh
kesahnya yang seringkali terabaikan pelaku usaha. Lembaga perlindungan konsumen
diharap dapat membantu dalam menyampaikan keluhan konsumen kepada pelaku usaha
maupun pemerintah. Sekian, semoga bermanfaat.
Referensi:
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999